Istilah arsitektur mungkin sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita
dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan kita selalu dinaungi oleh arsitektur,
mulai dari tempat tinggal, tempat bekerja bahkan hingga tempat-tempat rekreasi.
Namun, apakah kita sudah benar-benar memahami apa itu arsitektur? Benarkah
arsitektur itu hanya berbicara tentang bangunan-bangunan indah yang berdiri di
sekitar kita? Apakah patung Liberty di Amerika Serikat termasuk dalam kategori
arsitektur? Bagaimana dengan menara Eiffel? Atau bahkan candi-candi dari batu
yang sudah berdiri sejak ribuan tahun yang lalu? Pertanyaan-pertanyaan ini bisa
jadi bermunculan di dalam benak kita yang memiliki rasa ingin tahu terhadap
bidang arsitektur.
Kata arsitektur (architecture) berasal dari bahasa latin architectura, atau
dari bahasa Yunani ἀρχιτέκτων
– arkhitekton, yang secara etimologis berarti “tukang bangunan/tukang kayu” (ἀρχι-/arkhi
berarti “chief” dan τέκτων/tekton
berarti “builder, carpenter, mason”). Dalam istilah umum, arsitektur merupakan
sebuah proses dan hasil dari perencanaan, perancangan serta
konstruksi/pembangunan. Seseorang yang melakukan proses tersebut dapat disebut
sebagai seorang arsitek. Berdasarkan definisi yang luas tersebut, istilah
arsitek dapat digunakan dalam berbagai macam bidang mulai dari teknologi
elektronik sampai dengan olahraga seperti sepak bola dan lain-lain. Pernah
mendengar istilah arsitektur chip/circuit dalam sebuah komputer? Atau bahkan
seorang manajer sepak bola yang sering disebut sebagai seorang arsitek bagi
timnya?
Luasnya konteks arsitektur membuat kita kembali bertanya-tanya mengenai apa
saja yang dipelajari oleh seorang murid di sekolah/perguruan tinggi arsitektur.
Ilmu arsitektur termasuk salah satu bidang yang cukup unik karena menggabungkan
dua aspek fundamental disiplin ilmu ke dalam sebuah profesi, yaitu; seni (art)
dan pengetahuan sains (science). Pada dasarnya, ilmu arsitektur digunakan untuk
menciptakan sebuah ruang berdasarkan tiga prinsip dasar yang dikemukakan oleh
Vitruvius, seorang arsitek penulis buku “De Architectura” pada zaman Romawi
kuno. Tiga prinsip tersebut dikenal dengan istilah; Firmitas (kekuatan),
Utilitas (fungsi) dan Venustas (keindahan). Ruang yang tercipta (melalui proses
konstruksi) itulah yang kemudian diisi dan dipergunakan oleh manusia sebagai
tempat bernaung dan/atau melakukan beragam aktivitas. Oleh karena itu
arsitektur sering diidentikkan dengan bangunan dan memiliki peranan yang sangat
penting dalam perkembangan peradaban manusia.
Aspek seni menjadi salah satu poin penting dalam proses perancangan sebuah
karya arsitektur, terutama yang terkait dengan nilai-nilai estetika pada sebuah
bangunan. Bangunan yang terlihat indah secara visual , filosofi serta
pengalaman ruang akan memiliki daya tarik lebih sehingga meningkatkan nilai
dari bangunan itu sendiri. Sementara bangunan-bangunan yang kurang
memperhatikan elemen estetika akan terlihat buruk dan dapat menimbulkan impresi
atau kesan yang negatif dari para penggunanya. Hal ini sangat mempengaruhi
manusia dari segi psikologis secara sadar maupun tidak. Sebuah karya
arsitektur yang baik memiliki dampak positif bagi perasaan si pengguna dan
orang-orang yang melihatnya.
Sering kali karya-karya arsitektur digunakan sebagai ikon dari sebuah kota
atau negara untuk membangun image/prestis terhadap masyarakat.
Bahkan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan pada suatu peradaban dapat
dilihat dari bentuk-bentuk arsitektur seperti apa yang dipergunakan pada zaman
tersebut. Aspek sains diimplementasikan dalam proses pembangunan karya-karya
arsitektur. Rancangan yang diciptakan oleh seorang arsitek perlu memperhatikan
aspek-aspek teknis agar bangunannya dapat berdiri dengan kokoh dan aman.
Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan diantaranya adalah material
bangunan, jenis-jenis struktur, serta sumber daya yang dibutuhkan. Desain sang
arsitek akan menjadi hal yang si-sia jika rancangannya tidak dapat dibangun
karena tidak mempertimbangkan kapabilitas teknologi (baik material maupun
struktur) yang tersedia pada saat itu. Oleh karenanya, sangat penting bagi
seorang arsitek untuk dapat memahami dan menerapkan prinsip-prinsip teknis yang
sudah ia pelajari.
Selain aspek estetis dan teknis yang berperan sebagai pilar utama dalam
bidang arsitektur, seorang arsitek juga perlu mempelajari berbagai macam ilmu
di bidang lain yang erat kaitannya terhadap aspek fungsi. Seorang arsitek
bukanlah seorang spesialis seperti dokter, pengacara, pilot, ataupun ilmuwan.
Arsitek mempelajari bidang – bidang yang jauh lebih general/umum, karena mereka
berhubungan langsung dengan kehidupan manusia, lengkap dengan segala macam
bentuk kegiatannya.
Sebagai contoh, seorang arsitek yang akan mendesain sebuah rumah sakit wajib
mengetahui seluk beluk mengenai segala macam kegiatan yang akan terjadi di
dalamnya. Mulai dari letak resepsionis, ukuran ruang administrasi, sampai
dengan berapa banyak jumlah toilet yang harus dibuat di setiap lantai. Bahkan
ruang – ruang tertentu memiliki kebutuhan khusus yang memerlukan penelitian
lebih lanjut seperti; standar kebersihan ruang operasi, jalur emergensi/tangga
darurat untuk para pasien, serta ruang farmasi sebagai tempat peracikan dan
penyimpanan obat. Sang arsitek harus bisa memposisikan diri mereka menjadi
seorang dokter, pasien, peracik obat, bahkan petugas kebersihan yang nantinya
akan beraktifitas di dalam bangunan rancangannya, tanpa melupakan faktor-faktor
estetiks dan teknis pada saat proses konstruksi.
Hal-hal tersebut selalu berlaku untuk setiap bangunan yang akan dirancang
oleh seorang arsitek, sehingga profesi arsitek menjadi profesi yang membutuhkan
penguasaan ilmu yang sangat kompleks, dengan ruang lingkup yang hampir tidak
terbatas.
Beberapa disiplin ilmu yang juga dipelajari oleh para arsitek (dan calon
arsitek tentunya) dalam kaitannya dengan arsitektur antara lain:
1. Psikologi
Tata letak ruang, material yang dipergunakan serta keindahan visual sangat
erat hubungannya dengan impresi apa yang akan tertanam di dalam alam bawah
sadar orang yang menikmatinya. Oleh karena itu seorang arsitek perlu
memperhatikan cara kerja otak manusia dalam membentuk suatu persepsi yang
diterima lewat indera mereka dan menerapkannya ke dalam bentuk – bentuk desain.
Feng Shui merupakan salah satu bidang yang menerapkan prinsip ini.
2. Geografi, Geologi dan Geodesi
Sebuah bangunan yang berdiri di atas permukaan bumi tentu berkaitan erat
dengan ilmu – ilmu yang membahas tentang kebumian dan iklim. Hal ini akan
berpengaruh pada struktur yang digunakan, budget yang dikeluarkan hingga sumber
daya apa saja yang dibutuhkan. Bahkan keadaan tanah serta lokasi bangunan dapat
mempengaruhi bentuk seperti apa yang nantinya akan dirancang oleh sang arsitek.
3. Sosiologi
Budaya memiliki pengaruh signifikan terhadap proses perencanaan serta
perancangan sebuah karya arsitektur. Hal ini berhubungan dengan selera dan tren
yang berkembang dalam suatu kumpulan masyarakat tempat dimana bangunan tersebut
akan dibangun. Bangunan yang memperhatikan aspek lokalitas serta menghargai
lingkungan sekitar akan bernilai lebih dan mendapat penghargaan khusus dari
masyarakat.
4. Filsafat
Sering kali kita tertarik, atau malah bingung ketika melihat bangunan –
bangunan tertentu dengan bentuk yang indah dan unik. Seorang arsitek tidak
sekedar asal coret ketika menciptakan bentuk – bentuk tersebut. Mereka memiliki
filosofi khusus yang membawa ideologi dari sang arsitek itu sendiri. Hal inilah
yang membuat arsitektur menjadi unik dan beragam, karena sebuah karya
arsitektur sangat mencerminkan siapa arsitek di belakangnya.
Masih banyak sekali poin-poin yang tidak mungkin dapat disebutkan satu
persatu. Pembahasan singkat di atas hanya merupakan bagian kulit dari ilmu
arsitektur yang sesungguhnya. Mungkin akan terlalu panjang dan membosankan jika
kita mengupasnya jauh lebih dalam lagi disini, namun beberapa contoh dan
penjelasan di atas mungkin cukup untuk mewakili dan dapat memberikan gambaran
sedikit lebih jelas mengenai profesi arsitek dan karya-karya ciptaan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar